Bukan Kita Sendiri yang Merasa Sendirian
Ada pepatah arab yang sangat saya sukai, konon sering disebutkan oleh para Profesor dan Pengajar di Mesir ketika menerima murid baru dari luar negeri. Pepatahnya berbunyi, “ya man dakhola mishra, mitsluka katsir”. Artinya, “Wahai yang memasuki Mesir, orang yang sepertimu banyak”.
Ada pesan unik dari kalimat itu. Apabila kamu penjahat, di sini ada banyak. Apabila kamu orang baik, di sini ada banyak. Apabila kamu ulama, di sini sangat banyak. Apabila kamu penuntut ilmu, di sini lebih banyak.
Seperti apapun kita menggambarkan diri kita, di luar sana ada banyak.
Kita tidak terlalu spesial untuk menjadi korban ataupun pahlawan di kehidupan ini. Semua orang adalah korban. Semua orang juga pahlawan secara bersamaan. Tidak ada gunanya mengecilkan diri di hadapan diri sendiri. Banyak orang merasakan yang sama.
Tidak banyak orang yang terlalu peduli dengan pencapaian atau kegagalan kita. Mereka sudah sibuk dengan pencapaian dan kegagalannya sendiri.
Memang, sebagian kita mengeksposnya untuk memperoleh validasi dari sekitarnya. Tapi itu bukan suasana hati mereka yang sesungguhnya. Mereka hancur, mereka gundah, mereka juga takut dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Mereka hanya perlu sedikit obat pereda berupa validasi dari orang yang mengenalnya, bahwa ia telah berhasil mendapat sesuatu.
Tapi jauh di dalam, rasa takut mereka lebih besar.
Sia sia sekali. Kita merasa gagal hanya karena melihat orang lain sudah jauh lebih baik. Merasa gagal karena orang lain berhasil. Merasa sengsara karena orang lain bahagia.
Setiap orang terlalu sibuk dengan masalah dalam hidupnya dan tidak punya waktu menjadikan diri kita sebagai pusat perhatian alam semesta.
Fokus pada apa yang bisa kita usahakan. Apa susahnya membedakan diri kita dengan orang lain. Pencapaian mereka ya untuk mereka. Pencapaian kita ya untuk kita.
Keberhasilan mereka bukan kegagalan kita. Mereka tidak terlalu peduli dengan kegagalan atau keberhasilan kita. Mereka peduli tentang apa yang sedang mereka kerjakan.
Sadar lah, kita tidak terlalu spesial. Begitu pun orang lain. Lakukan yang bisa kita usahakan.
Kita tidak bisa memaksa orang lain berhenti. Kita bisa memaksa diri kita terus berjalan.
Semua orang merasa sendiri, secara bersamaan. Pada hakikatnya, kita tidak sendirian.
Hanya ego dan jiwa narsis pada diri kita yang mengatakan bahwa segalanya tentang diri kita: Semua tatapan itu tertuju padamu. Mereka menertawakanmu. Mereka menganggapmu rendah. Mereka tidak menyukaimu. Mereka tidak ingin lagi bersamamu. Mereka menganggapmu tertinggal. Mereka tidak peduli denganmu.
Ya! mereka memang tidak terlalu peduli. Karena itu, lakukan saja yang seharusnya kita lakukan. Kita tidak perlu menghabiskan tenaga memikirkannya. Tidak perlu mempedulikan ketidakpedulian orang lain.
Siapa diri kita sampai harus dibenci oleh semua orang? sampai harus dijauhi atau disukai semua orang?
Kita bukan siapa-siapa. Kita bukan pusat alam semesta. Kita hanya satu dari miliaran manusia yang juga bukan siapa siapa.
Buang jauh sampah narsistik yang menggerogoti kejiwaan kita. Kita tidak perlu spesial di mata orang lain. Kita tidak perlu menjadi satu satunya penyelamat bagi orang lain. Kita tidak perlu memaksakan gaya hidup hanya untuk diterima orang lain.
Hidup kita terlalu berharga dihabiskan hanya untuk mendapat penghargaan dari orang lain. Hidup kita jauh lebih berharga dari sekadar menerima penghargaan dan pengakuan.
Lanjutkan yang sedang kita lakukan. Refleksi. Perbaiki. Lanjutkan
Wahyu Dewo, 07/07/23